Makalah Latar Belakang dan Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan - Review Gadget Terbaru Fajar Nugraha Wahyu

Breaking

Monday 31 August 2015

Makalah Latar Belakang dan Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan



BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Sejarah panjang perjuangan bangsa Indonesia telah mencapai puncaknya dengan pengucapan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia adalah Negara yang baru lahir sehingga masih rentan dengan penjajahan bangsa asing maupun pemberontakan bangsa sendiri. Agar kemerdekaan bangsa Indonesia bisa bertahan, maka diperlukan suatu pemerintahan yang kokoh yang mencerminkan jiwa, kepribadian bangsa Indonesia.
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Demikian bunyi alinea pertama Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Pernyataan itu merupakan reaksi terhadap kenyataan bahwa selama berabad-abad bangsa Indonesia telah dijajah oleh bangsa asing, yang terakhir adalah pendudukan tentara Jepang. Selama berabad-abad itu pula bangsa Indonesia melakukan perlawanan dan perjuangan yang gigih tiada hentinya, untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Maka dengan proklamasi kemerdekaan yang dinyatakan pada tanggal 17 Agustus 1945, terbentuklah Negara Indonesia. Metamorfosis bentuk pemerintahan sejak Indonesia merdeka telah mencapai paripurna yang ditetapkan bentuk Negara dan sistem pemerintahan Indonesia. Mengacu pada UUD 1945, dapat diketahui bahwa Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik dengan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945. Hal ini sebagaimana tertera dalam UUD 1945 pasal I ayat 1 dan 2.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana latar belakang perjuangan kemerdekaaan Indonesia terjadi?
2.      Bagaimana perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui latar belakang perjuangan kemerdekaan Indonesia.
2.      Mengetahui perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
BAB II PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang Perjuangan Kemerdekaaan Indonesia
Perang pasifik semakin berkecamuk. Tentara sekutu di bawah pimpinan Amerika Serikat semakin mantap, sementara Jepang mengalami kekalahan dimana-mana. Pasukan Jepang yang berada di Indonesia bersiap-siap mempertahankan diri. Selama masa pemerintahan Jepang di Indonesia tahun 1942-1945, Indonesi dibagi dalam dua wilayah kekuasaan, sebagai berikut:
a.       Wilayah komando angkatan laut yang berpusat di Makasar, meliputi: Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian Jaya.
b.      Wilayah Komando Angkatan Darat yang berpusat di Jakarta, meliputi: Jawa, Madura, Sumatra dan Malaya. Pusat komando untuk seluruh kawasan Asia Tenggara terdapat di Dalat (Vietnam).
Serangan tentara sekutu mulai di arahkan ke Indonesia. Setelah menguasai pulau Irian dan pulau Morotai di Kepulauan Maluku pada tanggal 20 Oktober 1944. Jendral Douglas Mac Arthur, panglima armada Angkatan Laut Amerika Serikat di Pasifik, menyerbu Kep. Leyte (Filipina).
Penyerbuan ini adalah penyerbuan terbesar dalam perang Pasifik. Pada tanggal 25 Oktober 1944, Jendral Douglas Mac Arthur mendarat di pulau Leyte. Untuk menarik simpati rakayat Indonesia, Jepang mengizinkan pengibaran bendera Merah Putih di samping bendera Jepang. Lagu kebangsaan Indonesia Raya boleh dikumandangkan setelah lagu kebangsaan Jepang Kimigayo.
Pada akhir tahun 1944, kedudukan Jepang dalam perang Pasifik sudah sangat terdesak. Angkatan perang Amerika Serikat sudah tiba di daerah Jepang sendiri dan secara teratur mengebom kota-kota utamanya. Ibukotanya sendiri, Tokyo, boleh dikatakan sudah hancur menjadi tumpukan puing. Dalam keadaan terjepit, pemerintahan Jepang memberikan “kemerdekaan” kepada negeri-negeri yang merupakan front terdepan, yakni Birma dan Filipina. Tetapi kemudian kedua bangsa itu memproklamasikan lagi kemerdekaannya lepas dari Jepang. Adapun kepada Indonesia, baru diberikan janji “kemerdekaan” dikelak kemudian hari.
Dengan cara demikian, Jepang mengharapkan bantuan rakyat Indonesia menghadapi Amerika Serikat apabila mereka menyerbu Indonesia. Dan saat itu tiba pada pertengahan tahun 1945 ketika tentara Serikat mendarat di pelabuhan minyak Balikpapan. Dalam keadaan yang gawat ini, pemimpin pemerintah penduduk Jepang di Jawa membentuk sebuah Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Junbi Cosakai). Badan itu beranggotakan tokoh-tokoh utama Pergerakan Nasional Indonesia dari segenap daerah dan aliran, dan meliputi pula Soekarno – Hatta.
Sebagai ketuanya ditunjuk Dr. Radjiman Wedyodiningrat, seorang nasionalis tua, dengan wakil ketua, yang seorang dari Indonesia dan yang lain dari orang Jepang. Pada 28 Mei 1945, dilakukan upacara pelantikan anggota Dokuritsu Junbi Cosakai. Sedangkan persidangan pertama berlangsung pada 29 Mei 1945 sampai dengan tanggal 1 Juni 1945.
Persidangan pertama dipusatkan kepada usaha merumuskan dasar filsafat bagi Negara Indonesia Merdeka. Dalam sidang 29 Mei, Mr. Muh. Yamin didalam pidatonya mengemukakan lima azas dan dasar Negara kebangsaan Republik Indonesia berikut ini.
1.      Prikebangsaan
2.      Perikemanusiaan
3.      Perike-Tuhanan
4.      Perikerakyatan
5.      Kesejahteraaan Rakyat
Kemudian pada tanggal 1 Juni, Ir. Soekarno mengucapkan pidatonya mengenai dasar filsafat Negara Indonesia Merdeka yang juga terdiri atas 5 azas, berikut:
1.      Kebangsaan Indonesia
2.      Internasionalisme atau perikemanusiaan
3.      Mufakat atau demokrasi
4.      Kesejahteraan sosial
5.      Ketuhana yang Maha Esa
Ia menambahkan pula nama Pancasila kepada kelima azas itu yang dikatakannya “atas usul seorang teman ahli bahasa”. Sesudah persidangan pertama itu, Dokuritsu Junbi Cosakai menunda persidangannya sampai bulan Juli. Sementara itu, pada 22 Juni 1945, 9 orang anggotanya yaitu: Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Muh. Yamin, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. A. A. Maramis, Abdulkahar muzakkir, Wachid Hasyim, H. Agus Salim dan Abikusno Tjokro Suyoso membentuk suatu panitia kecil.
Panitia kecil ini menghasilkan suatu dokumen yang berisi rumusan azas dan tujuan Negara Indonesia merdeka. Dokumen ini kemudian di kenal dengan nama “Piagam Jakarta” sesuai dengan penamaan Muh. Yamin. Kemudian pada 7 Agustus 1945, Dokuritsu Junbi Cosakai dibubarkan. Sebagai gantinya, dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada 7 Agustus, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Dr. Radjiman dipanggil oleh panglima tertinggi Mandala Selatan Jepang yang membawahi seluruh Asia Tenggara, yakni Marsekal Darat Hisaici Terauci ke markas besarnya di Dalat (Vietnam Selatan). Kepada ketiga pemimpin Indonesia itu, disampaikan oleh Marsekal Terauci bahwa pemerintah Jepang telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Persoalan siapa yang menandatangani proklamasi, Sukarni mengusulakan agar teks proklamasi sebaiknya di tandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Usul itupun diterima oleh seluruh hadrin, dan konsep itu kemudian di ketik oleh Sayuti Melik. Naskah yang telah di ketik oleh Sayuti Melik, kemudian ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta inilah yang merupakan naskah proklamasi yang otentik (sejati). Malam itu juga diputuskan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dibacakan di tempat kediaman Ir. Soekarno.
B.     Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Kemerdekaan Indonesia mendapat gangguan dari pihak Belanda. Hal ini terbukti dengan adanya pasukan Belanda yang ikut membonceng pasukan sekutu. Belanda ingin menjajah Indonesia kembali. Akan tetapi rakyat berjuang sekuat tenaga mempertahankan kemerdekaan.
Pada setiap tanggal 10 November biasanya banyak peziarah datang ke makam-makam pahlawan, baik para pelajar maupun masyarakat dalam memperingati hari Pahlawan. Peringatan itu sebagai salah satu bentuk penghargaan bangsa Indonesia terhadap kepahlawanan rakyat Surabaya pada tanggal 10 Nopember 1945 yang merupakan tekad perjuangan seluruh rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Masih banyak lagi pahlawan-pahlawan kusuma bangsa yang telah rela berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu bangsa Indonesia berjuang menggunakan senjata maupun diplomasi untuk mempertahankan kemerdekaan sehingga tetap menjadi bangsa yang berdaulat.
Salah satu bentuk perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan adalah perjuangan diplomasi, yakni perjuangan melalui meja perundingan. Ketika Belanda ingin menanamkan kembali kekuasaannya di Indonesia temyata selalu mendapat perlawanan dari bangsa Indonesia. Oleh karena itu pemimpin Sekutu berusaha mempertemukan antara pemimpin Indonesia dengan Belanda melalui perundingan-perundingan sebagai berikut :
1.      Pertemuan Soekarno-Van Mook
Pertemuan antara wakil-wakil Belanda dengan para pemimpin Indonesia diprakarsai oleh Pang lima AFNEI Letnan Jenderal Sir Philip Christison pada tanggal 25 Oktober 1945. Pertemuan ini merupakan pertemuan untuk menjajagi kesepakatan kedua belah pihak yang berselisih. Presiden Soekamo mengemukakan kesediaan Pemerintah Republik Indonesia untuk berunding atas dasar pengakuan hak rakyat Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri. Sedangkan Van Mook mengemukakan pandangannya mengenai masalah Indonesia di masa depan bahwa Belanda ingin menjalankan untuk Indonesia menjadi negara persemakmuran berbentuk federal yang memiliki pemerintah sendiri di lingkungan kerajaan Belanda.
2.      Pertemuan Sjahrir-Van Mook
Pertemuan ini dilaksanakan pada tanggal 17 November 1945 bertempat di Markas Besar Tentara Inggris di Jakarta (Jalan Imam Bonjol No.1). Sebagai pemrakarsa pertemuan ini, Christison bermaksud mempertemukan pihak Indonesia dan Belanda di samping menjelaskan maksud kedatangan tentara Sekutu, akan tetapi pertemuan ini tidak membawa hasil.
3.      Perundingan Sjahrir - Van Mook
Pertemuan-pertemuan yang diprakarsai oleh Letnan Jenderal Christison selalu mengalami kegagalan. Akan tetapi pemerintah Inggris terus berupaya mempertemukan Indonesia dengan Belanda bahkan ditingkatkan menjadi perundingan. Pada tanggal 10 Februari 1946 perundingan Indonesia-Belanda dimulai. Pada waktu itu Van Mook menyampaikan pernyataan politik pemerintah Belanda antara lain sebagai berikut.
1)      Indonesia akan dijadikan negara Commonwealth berbentuk federasi yang memiliki pemerintahan sendiri di dalam lingkungan kerajaan Belanda.
2)      Urusan dalam negeri dijalankan Indonesia sedangkan urusan luar negeri oleh pemerintah Belanda.
Selanjutnya pada tanggal 12 Maret 1946 Sjahrir menyampaikan usul balasan yang berisi antara lain sebagai berikut.
1)      Republik Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah bekas Hindia Belanda.
2)      Federasi Indonesia-Belanda akan dilaksanakan pada masa tertentu dan urusan luar negeri dan pertahanan diserahkan kepada suatu badan federasi yang terdiri atas orang-orang Indonesia dan Belanda.
Usul dari pihak Indonesia di atas tidak diterima oleh pihak Belanda dan selanjutnya Van Mook secara pribadi mengusulkan untuk mengakui Republik Indonesia sebagai wakil Jawa untuk mengadakan kerjasama dalam rangka pembentukan negara federal dalam lingkungan Kerajaan Belanda.
4.      Perundingan di Hooge Veluwe
Perundingan ini dilaksanakan pada tanggal 14 - 25 April 1946 di Hooge Veluwe (Negeri Belanda), yang merupakan kelanjutan dari pembicaraan-pembicaraan yang telah disepakati Sjahrir dan Van Mook. Para delegasi dalam perundingan ini adalah:
1)      Mr. Suwandi, dr. Sudarsono, dan Mr. A.K. Pringgodigdo yang mewakili pihak pemerintah RI;
2)      Dr. Van Mook, Prof. Logemann, Dr. Idenburgh, Dr. Van Royen, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamid II, dan Surio Santosa yang mewakili Belanda.
3)      Sir Archibald Clark Kerr mewakili Sekutu sebagai penengah.
Perundingan yang berlangsung di Hooge Veluwe ini tidak membawa hasil sebab Belanda menolak konsep hasil pertemuan Sjahrir-Van Mook-Clark Kerr di Jakarta. Pihak Belanda tidak bersedia memberikan pengakuan de facto kedaulatan RI atas Jawa dan Sumatra tetapi hanya Jawa dan Madura serta dikurangi daerah-daerah yang diduduki oleh Pasukan Sekutu. Dengan demikian untuk sementara waktu hubungan Indonesia-Belanda terputus, akan tetapi Van Mook masih berupaya mengajukan usul bagi pemerintahannya kepada pihak RI.
5.      Perundingan Linggajati
Walaupun Perundingan Hooge Veluwe mengalami kegagalan akan tetapi dalam prinsipnya bentuk-bentuk kompromi antara Indonesia dan Belanda sudah diterima dan dunia memandang bahwa bentuk-bentuk tersebut sudah pantas. Oleh karena itu pemerintah Inggris mengirim Lord Killearn. Pada tanggal 7 Oktober 1946 Lord Killearn berhasil mempertemukan wakil-wakil pemerintah Indonesia dan Belanda ke meja perundingan yang berlangsung di rumah kediaman Konsul Jenderal Inggris di Jakarta. Dalam perundingan ini masalah gencatan senjata yang tidak mencapai kesepakatan akhirnya dibahas lebih lanjut oleh panitia yang dipimpin oleh Lord Killearn. Hasil kesepakatan di bidang militer sebagai berikut:
1)      Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
2)      Dibentuk sebuah Komisi bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.
Dalam mencapai kesepakatan di bidang politik antara Indonesia dengan Belanda diadakanlah Perundingan Linggajati. Perundingan ini diadakan sejak tanggal 10 November 1946 di Linggajati, sebelah selatan Cirebon. Delegasi Belanda dipimpin oleh Prof. Scermerhorn, sedangkan delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sjahrir. Sedangkan sebagai penengahnya adalah Lord Killearn, komisaris istimewa Inggris untuk Asia Tenggara. Hasil Perundingan Linggajati ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk (sekarang Istana Merdeka) Jakarta, yang isinya adalah sebagai berikut.
1)      Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda harus sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
2)      Republik Indonesia dan Belanda akan bekerjasama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
3)      Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Meskipun isi perundingan Linggajati masih terdapat perbedaan penafsiran antara Indonesia dengan Belanda, akan tetapi kedudukan Republik Indonesia di mata Internasional kuat karena Inggris dan Amerika memberikan pengakuan secara de facto.
6.      Perundingan Renville
Perbedaan penafsiran mengenai isi Perundingan Linggajati semakin memuncak dan akhirnya Belanda melakukan Agresi Militer pertama terhadap Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947. Atas prakasa Komisi Tiga Negara (KTN), maka berhasil dipertemukan antara pihak Indonesia dengan Belanda dalam sebuah perundingan. Perundingan ini dilakukan di atas kapal pengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat “USS Renville” yang sedang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di mana pihak Indonesia mengirimkan delegasi yang dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin, sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, seorang Indonesia yang memihak Belanda. Hasil perundingan Renville baru ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 yang intinya sebagai berikut. 
1)      Pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Hindia Belanda sampai pada waktu yang ditetapkan oleh Kerajaan Belanda untuk mengakui Negara Indonesia Serikat (NIS).
2)      Akan diadakan pemungutan suara untuk menentukan apakah berbagai penduduk di daerah-daerah Jawa, Madura, dan Sumatera menginginkan daerahnya bergabung dengan RI atau negara bagian lain dari Negara Indonesia Serikat.
3)      Tiap negara (bagian) berhak tinggal di luar NIS atau menyelenggarakan hubungan khusus dengan NIS atau dengan Nederland.
Akibat dari perundingan Renville ini wilayah Republik Indonesia yang meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera menjadi lebih sempit lagi. Akan tetapi, RI bersedia menandatangani perjanjian ini karena beberapa alasan di antaranya adalah karena persediaan amunisi perang semakin menipis sehingga kalau menolak berarti belanda akan menyerang lebih hebat. Di samping itu juga tidak adanya jaminan bahwa Dewan Keamanan PBB dapat menolong serta RI yakin bahwa pemungutan suara akan dimenangkan pihak Indonesia.
7.      Persetujuan Roem-Royen
Ketika Dr. Beel menjabat sebagai Wakil Tinggi Mahkota Belanda di Indonesia, ia mempunyai pandangan yang berbeda dengan Van Mook tentang Indonesia. Ia berpendirian bahwa di Indonesia harus dilaksanakan pemulihan kekuasaan pemerintah kolonial dengan tindakan militer. Oleh karena itu pada tanggal 18 Desember 1948 Dr. Beel mengumumkan tidak terikat dengan Perundingan Renville dan dilanjutkan tindakan agresi militernya yang kedua pada tanggal 19 Desember 1948 dengan menyerang ibu kota Rl yang berkedudukan di Yogyakarta. Dengan peristiwa ini Komisi Tiga Negara (KTN) diubah namanya menjadi Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia (United Nations Commission for Indonesian atau UNCI). Komisi ini bertugas membantu melancarkan perundingan-perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Mei 1949 Mr. Moh. Roem selaku ketua delegasi Indonesia dan Dr. Van Royen selaku ketua delegasi Belanda yang masing-masing membuat pernyataan sebagai berikut.
1)      Pernyataan Mr. Moh Roem.
a.       Mengeluarkan perintah kepada “Pengikut Republik yang bersenjata” untuk menghentikan perang gerilya.
b.      Bekerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
c.       Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat “penyerahan” kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat, dengan tidak bersyarat.
2)      Pernyataan Dr. Van Royen
a.       Menyetujui kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
b.      Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan pembebasan semua tahanan politik.
c.       Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang berada di daerah-daerah yang dikuasai RI sebelum tanggal 19 Desember 1948 dan tidak akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan Republik.
d.      Adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
e.       dengan sungguh-sungguh agar Konferensi Meja Bundar segera diadakan setelah Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
8.      Konferensi Meja Bundar (KMB)
Salah satu pernyataan Roem-Royen adalah segera diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB). Sebelum dilaksanakan KMB diadakanlah Konferensi Inter - Indonesia antara wakil-wakil Republik Indonesia dengan BFO (Bijjenkomst voor Federaal Overleg) atau Pertemuan Permusyawarahan Federal. Konferensi ini berlangsung dua kali yakni tanggal 19 - 22 Juli 1949 di Yogyakarta dan pada tanggal 31 Juli - 2 Agustus 1949 di Jakarta. Salah satu keputusan penting dalam konferensi ini ialah bahwa BFO menyokong tuntutan Republik Indonesia atas penyerahan kedaulatan tanpa ikatanikatan politik ataupun ekonomi. Pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949 diadakanlah Konferensi Meja Bundar di Den Haag (Belanda). Sebagai ketua KMB adalah Perdana Menteri Belanda, Willem Drees. Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, BFO di bawah pimpinan Sultan Hamid II dari Pontianak, dan delegasi Be1anda dipimpin Van Maarseveen sedangkan dari UNCI sebagai mediator dipimpin oleh Chritchley.
Pada tanggal 2 November 1949 berhasil ditandatangani persetujuan KMB. Isi dari persetujuan KMB adalah sebagai berikut.
1.      Belanda mengakui kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949.
2.      Mengenai Irian Barat penyelesaiannya ditunda satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.
3.      Antara RIS dan kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia - Belanda yang akan diketuai Ratu Belanda.
4.      Segera akan dilakukan penarikan mundur seluruh tentara Belanda.
5.      Pembentukan Angkatan Perang RIS (APRIS) dengan TNI sebagai intinya.
Dari hasil KMB itu dinyatakan bahwa pada akhir bulan Desember 1949 Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda. Oleh karena itu pada tanggal 27 Desember 1949 diadakanlah penandatanganan pengakuan kedaulatan di negeri Belanda. Pihak Belanda ditandatangani oleh Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautan Mr. AM . J.A Sassen. Sedangkan delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Pada waktu yang sama di Jakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tertinggi Mahkota AH.J. Lovink menandatangani naskah pengakuan kedaulatan. Dengan diakuinya kedaulatan RI oleh Belanda ini maka Indonesia berubah bentuk negaranya berubah menjadi negara serikat yakni Republik Indonesia Serikat (RIS).
BAB IV PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari makalai ini, dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai kemerdekaan, Indonesia harus menunggu lama. Salah satu usahanya adalah dengan membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Junbi Cosakai).
Setelah mendapatkan kemerdekaan, Indonesia harus memperjuangkan kemerdekaanya dari gangguan belanda. Salah satu bentuk perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan adalah perjuangan diplomasi, yakni perjuangan melalui meja perundingan. Diantaranya:
1.      Pertemuan Soekarno-Van Mook
2.      Pertemuan Sjahrir-Van Mook
3.      Perundingan Sjahrir - Van Mook
4.      Perundingan di Hooge Veluwe
5.      Perundingan Linggajati
6.      Perundingan Renville
7.      Persetujuan Roem-Royen
8.      Konferensi Meja Bundar (KMB)
B.     Saran dan Kritik
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca khususnya guru dan teman-teman untuk dapat  memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Rokhim Ashari, Abdul. (2013). Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, [Online]. Tersedia: http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_3._ USAHA_PERJUANGAN_MEMPERTAHANKAN_KEMERDEKAAN_INDONESIA. [06 September 2013]

Wikipedia. (2007). Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, [Online]. Tersedia: http://id.wiki pedia.org/wiki/Kemerdekaan_Indonesia .[06 September 2013]
Farhad Al Farizi, Boedi. (2012). Makalah Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia, [Online]. Tersedia: http://sejarah.kompasiana.com/2012/04/24/makalah-sejarah-perjuangan-kemerdekaan-indonesia-457876.html. [06 September 2013]

No comments:

Post a Comment